Minggu, 31 Juli 2011

::: Hadits Mengenai Imsak :::

Pendahuluan
Puasa Ramadhan dan puasa sunnah lainnya merupakan syari’at Islam yang kadang diposisikan sebagai rukun Islam keempat, namun kadang diposisikan sebagai rukun Islam kelima. Hal ini bergantung kepada siapa yang menjadi objek syari’at itu sendiri.

Salah satu yang perlu dicermati terkait dengan syari’at puasa tersebut adalah bimbingan Nabi saw, agar pelaku puasa menyegerakan berbuka puasa dan mengakhirkan makan sahur. Nabi saw, bersabda: Selamanya umat ini dikondisikan baik, selagi mereka menyegerakan berbuka puasa. HR. Bukhari (shaum: 1821); Muslim (shiyam: 1838) dari Sahal ibn Sa’ad.

Untuk pengakhiran makan sahur inilah muncul istilah imsak sebagai batas waktu seseorang pelaku puasa mulai menjalankan hal-hal yang diperintah Allah terkait dengan puasa dan menjahui hal-hal yang membatalkannya.
Pertanyaannya, kapan waktu imsak yang sebenarnya, apakah beberapa menit sebelum adzan Subuh atau datangnya waktu Subuh itu sendiri? Tulisan ini difokuskan pada masalah tersebut sehingga dapat dicermati pendapat mana yang lebih dekat dengan tuntunan Nabi saw.

Pengertian Imsak
Imsak secara etimologi berasal dari amsaka-yumsiku-imsak yang berarti menahan, menangkap dan memegang. (Ahmad Warsan Munawwir, Al Munawwir, Yogyakarta: Unit Pengadaan Buku Ilmiyah Keagamaan, 1984, materi masaka). Terkait dengan puasa, imsak merupakan “batas waktu” pelaku puasa mulai menahan diri dari makan, minum dan hal-hal lain yang dapat membatalkan puasa.

Waktu Imsak
Sebagaimana pada paparan sebelumnya, dalam hal ini ulama berbeda menjadi dua pendapat. Pertama, waktu imsak adalah beberapa menit sebelum adzan Subuh. Kedua, waktu imsak adalah masuknya waktu Subuh itu sendiri (adzan Subuh).

Pendapat Pertama
Menurut pendapat pertama, imsak adalah sepuluh menit sebelum adzan Subuh yang biasanya ditandai dengan bacaan tarhim (kadang bacaan tarhim itu dikumandangkan sebelum adzan Subuh). Penulis belum pernah mendapatkan tuntunan sedemikian rupa dan menurut hemat penulis bacaan tarhim tersebut tidak pernah muncul baik dalam sabda Nabi saw, fatwa sahabat maupun qaul (pendapat) para ulama mujtahid yang empat (Malik, Syafi’i, Abu Hanifah dan Ahmad).. Wallahu a’lam.

Argumen yang dikemukakan oleh pendapat pertama baik dari Al Qur’an maupun Hadis. Adapun dalil Al Qur’an adalah firman-Nya: Makanlah dan minumlah sampai jelas bagi kamu perbedaan benang putih dari benang hitam, yaitu Fajar. Qs. al Baqarah: 187.

Fajar dalam ayat ini dapat dimaksudkan fajar kadzib (yaitu tanda putih di tepi langit sebelah Timur, tetapi terbitnya membujur vertikal sebelum datangnya fajar shadiq selagi masih ada malam). Namun juga dapat dimaksudkan fajar shadiq (yaitu tanda putih melintang di tepi langit sebelah Timur membujur horizontaltal yang mengiringi habisnya malam hari. Menurut kelompok pertama, fajar dalam ayat ini dimaksudkan fajar kadzib, sehingga ada jedah waktu antara imsak dengan adzan Subuh.

Kelompok pertama juga berargumentasi dengan hadis Nabi saw, yang diriwayatkan oleh Anas ibn Malik: Nabi saw, dan Zaid ibn Tsabit sedang makan sahur. Setelah selesai, Nabi saw, melaksanakan shalat. Kami (perawi) bertanya kepada Anas: Berapa masa jedah antara makan sahur dan masuknya waktu shalat (Subuh)? Anas menjawab: Sekitar seseorang membaca lima puluh ayat Al Qur’an.

Hadis di atas dikeluarkan oleh Bukhari (mawaqit shalat: 542) (jum’at: 1066); Nasai (shiyam: 2126, 2128); Ahmad (baqi musnad muktsirin: 12977).

Dari paparan hadis di atas dapat disimpulkan bahwa antara makan sahur Nabi saw, dan waktu adzan Subuh ada masa jedah sekitar orang membaca Al Qur’an lima puluh ayat. Bilamana diprediksikan, lamanya sekitar sepuluh menit.

Pendapat Kedua
Menurut pendapat kedua, imsak adalah waktu Subuh (adzan Subuh). Kelompok ini juga berargumentasi dengan surat al Baqarah, ayat 187 di atas, hanya saja penekanannya, mereka memahami “fajar” dalam ayat tersebut berarti “fajar shadiq”. Sehingga pemaknaan ayat menjadi “Makanlah dan minumlah sampai jelas bagi kamu antara benang putih dari benang hitam, yaitu fajar shadiq (Subuh)”.

Pemahaman fajar shadiq sebagai batas waktu makan sahur (imsak) juga dipertajam dengan adanya beberapa hadis berikut ini:

Pertama: Hadis Abu Hurairah
Dari Abu Hurairah, Nabi saw, bersabda: Apabila seorang di antara kalian mendengar suara adzan Subuh sedangkan gelas ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya sampai ia menyelesaikan hajatnya (meminumnya).
Hadis di atas dikeluarkan Abu Daud (shaum: 2003); Ahmad (baqi musnad muktsirin: 10220).

Kedua: Hadis al Hasan
Dari al Hasan, Nabi saw, bersabda: Apabila seorang di antara kalian mendengar suara adzan Subuh sedangkan gelas ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya sampai ia menyelesaikan hajatnya (meminumnya).
Hadis di atas dikeluarkan oleh Ahmad (musnad al muktsirin: 9108).
Ketiga: Hadis Samurah ibn Jundub
Dari Samurah ibn Jundub, Nabi saw, bersabda: Jangan sampai menghentikan makan sahur kalian lantaran adzannya Bilal atau fajar putih yang memanjang vertikal (fajar kadzib) sampai datangnya fajar memanjang horizontal (fajar shadiq).

Hadis di atas dikeluarkan oleh Muslim (shiyam: 1831, 1832, 1833, 1834); Turmudzi (shaum: 640); Nasai (shiyam: 2142); Abu Daud (shaum: 1999); Ahmad (musnad bashriyyin: 19221, 19238, 19290, 19338).

Keempat: Hadis Ibn Abbas
Dari Ibn Abbas, Nabi bersabda: Fajar itu ada dua, fajar tidak boleh makan (sahur) tetapi boleh shalat (Subuh), dan fajar tidak boleh shalat (Subuh) namun boleh makan (sahur). HR. Ibn Khuzaimah dan Hakim: 1/191. Hadis ini dinilai shahih oleh keduanya.

Kelima: Hadis Jabir
Dikeluarkan oleh Hakim: 1/191 dari Jabir hadis serupa di atas dan ada tambahan fajar yang mengharamkan makan: Warna yang melintang di ujung langit. Dalam riwayat lain: Bagaikan ekor serigala.

Keenam: Hadis Abu Umamah
Abu Umamah berkata: Shalat Subuh telah diiqamati sementara itu gelas sudah ada di tangan Umar. Ia (Umar) bertanya: Apakah boleh saya meminumnya wahai Nabi? Nabi saw, menjawab: Silakan. Maka Umar meminum air itu. HR. Ibn Jarir (3/527). Dari al Husain ibn Waqid dari Abu Ghalib dari Abu Umamah.

Ketujuh: Hadis Anas ibn Malik
Anas berkata: Nabi saw, bilang kepada saya ketika hendak makan sahur, wahai Anas, sesungguhnya saya ingin berpuasa maka hidangkan kepada saya makanan apa pun. Maka saya hidangkan kurma dan segelas air kepada beliau setelah Bilal mengumandangkan adzan. Nabi saw, bersabda: Wahai Anas, lihatlah apakah ada seseorang yang mendampingi saya makan? Maka saya panggil Zaid ibn Tsabit. Ia (Zaid ibn Tsabit) berkata: Wahai Nabi, saya sudah minum sayur gandum dan saya hendak berpuasa. Nabi saw, bersabda: Saya juga hendak berpuasa. Maka ia (Zaid ibn Tsabit) makan bersama Nabi, lalu shalat dua raka’at dan akhirnya keluar untuk shalat Subuh.

Hadis di atas dikeluarkan oleh Ahmad (baqi musnad muktsirin: 12560); Nasai (shiyam: 2138).
Dari ketujuh hadis di atas sangat jelas bahwa waktu imsak adalah adzan Subuh, bahkan bagi siapa yang minumannya sudah berada di tangan kemudian dikumandangkan adzan Subuh, dalam riwayat lain dikumandangkan iqamat, maka supaya ia menyelesaikan hajatnya terlebih dahulu.

Di samping hadis-hadis al marfu’ (yang dinisbatkan kepada Nabi saw,) di atas, kelompok kedua juga berargumentasi dengan hadis-hadis al mauquf (yang dinisbatkan kepada sahabat) sebagai berikut:

Pertama: Atsar Jabir ibn Abdullah
Perawi berkata: Saya bertanya Jabir perihal seseorang yang hendak berpuasa sementara itu gelas sudah berada di tangan untuk diminum lalu orang itu mendengar adzan Subuh, maka apa yang harus dilakukan? Jabir berkata: Ketika hal itu kami perbincangkan di hadapan Nabi saw, beliau bersabda: Silakan meminumnya. HR. Ahmad (baqi musnad muktsirin: 14228),

Kedua: Atsar Bilal
Bilal berkata: Suatu hari saya mendatangi Nabi saw, untuk mengkhabari shalat Subuh. Waktu itu beliau hendak berpuasa. Beliau minum kemudian memberi saya minum lalu keluar untuk melaksanakan shalat Subuh.
Hadis di atas dikeluarkan Ahmad (baqi musnad anshar: 22764, 22770). Dikeluarkan Ahmad (baqi musnad anshar: 22764).

Ketiga: Atsar Ali ibn Abi Thalib
Hibban ibn Harits berkata: Kami makan sahur bersama Ali ibn Abi Thalib. Setelah selesai ia (Ali ibn Abi Thalib) menyuruh juru adzan mengumandangkan adzan, kemudian ia melaksanakan shalat Subuh. HR. Thahawi dalam Syarkh al Ma’ani (1/106).

Kata Penutup
Tawaran yang disampaikan ulama, baik memaknai imsak sepuluh menit sebelum adzan Subuh maupun datangnya waktu Subuh itu sendiri dapat diakomodasi sesuai dengan kebutuhan kita. Secara akademik memang imsak (batas mengakhiri santap sahur) adalah fajar shadiq (waktu Subuh), namun agar makan sahur dapat dinikmati tanpa tergesa-gesa, mestinya ada masa jedah antara makan sahur dengan adzan Subuh.
Namun, bagi siapa saja yang terlambat bangun untuk santap sahur, walaupun ia sudah mendengar bacaan tarhim, maka tidak ada halangan baginya untuk tetap bersantap sahur sampai datangnya waktu imsak yang sebenarnya, yakni adzan Subuh. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar